![]() |
Foto ilustrasi |
SEKADAU-FAKTAPAGI.COM.Tulisan ini khusus untuk para Kades di seluruh Indonesia. Kalian sedang dipelototi oleh kejaksaan dan kepolisian. Yang korupsi belum ketahuan, pasti keringat dingin. Yang jujur pasti asyik ngopinya. Saya ingin menampilkan sejumlah fakta soal Kades yang dijebloskan ke penjara akhir-akhir ini. Kadang kasihan juga, korupsinya receh, tapi ya harus meringkuk di balik jeruji. Mari kita ungkap sambil seruput kopi tanpa gula agar otak selalu encer dan waras.
Di sudut-sudut republik yang jauh dari sorot lampu parlemen, ada sebuah panggung yang mulai ramai. Bukan panggung dangdut Agustusan, tapi panggung tragedi epik yang melibatkan tokoh utama, Kepala Desa. Ya, dulu kades adalah simbol kesederhanaan dan pelayanan. Kini, di era Dana Desa ratusan juta rupiah per tahun, sebagian dari mereka berubah menjadi legenda lokal dalam dunia gelap, korupsi receh, tapi merusak seisi kampung.
Mulailah dari Desa Tebas Kuala, Sambas. Inisial HS, tapi jangan salah, bukan singkatan dari Harapan Suci. Ia mengelola Dana Desa 2023 seperti sedang main monopoli, tarik tunai langsung dari kas desa tanpa verifikasi, SPJ fiktif seperti cerpen fiksi mini? Itu buat negara, bukan buat dia. Ketika diciduk, HS bahkan mengaku, sebagian dana dipakai buat judi online. Negara buntung, kampung berantakan, dan HS kini mendekam di Mapolres Sambas, dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Kerugian? Rp655 juta lebih, cukup untuk membangun jalan, tapi malah dibelikan chip slot Pragmatic Play.
Tak jauh dari sana, Bengkayang punya dua bintang, AT dari Malo Jelayan dan PS dari Suka Damai. Mereka adalah duet maut dalam pengelolaan APBDes ala sulap. Tahun anggaran 2019, 2022, dan 2023 mereka jadikan bahan eksperimen keuangan, alokasi ada, realisasi menghilang. Laporan lengkap, tapi hasil tak terdeteksi. Kini mereka ditahan Kejari Bengkayang, satu atap satu atur napas, sama-sama dijerat Pasal 2 dan 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor.
Di selatan, Ketapang tak mau ketinggalan. Kepala Desa Sungai Nanjung, inisial KN, menjadi dalang dari laporan keuangan yang sempurna... secara administratif. Di atas kertas, pembangunan sesuai RAB. Tapi di lapangan, realisasinya entah ke mana. Negara rugi Rp557 juta, dan KN harus berpisah sementara dari kampung halaman, digiring ke Lapas Kelas IIB Ketapang oleh Kejari setempat.
Tapi kisah paling magis datang dari Desa Pasir, Mempawah. Kades AH, dilaporkan warga sejak 2020 karena korupsi Dana Desa 2019. Sudah tersangka tapi belum ditangkap. Kerugian? Sekitar Rp600 juta. Kasus bergulir lambat seperti sinetron Ramadan, baru ditetapkan tersangka pada 2024. Tapi, yang ajaib, dia masih menjabat setelah menang Pilkades 2023! Warga memilih lagi, mungkin sambil berkata, "Yah, walau korup, setidaknya orang sini." Ini bukan demokrasi, ini loyalitas tanpa logika.
Kalbar bukan satu-satunya. Lihat Desa Mukut di Barito Utara, kades dan bendahara membawa kabur uang desa Rp167 juta buat nikah siri dan buka usaha pijat. Atau Babussalam, Lombok Barat, di mana kades, sekdes, dan bendahara bersatu dalam korupsi gotong royong.
Secara nasional, data ICW dan putusan pengadilan menunjukkan 591 kasus korupsi dana desa dari 2015–2024. Total terdakwa 640 orang, dan 61,5% adalah kepala desa. Kerugian negara? Rp598,13 miliar. Sebagian besar korupsi terjadi di sektor infrastruktur (83,43%), lalu administrasi, pemberdayaan masyarakat, dan bantuan tunai. Modus terfavorit, laporan fiktif (59,83%), pembangunan ala kadarnya, penggelembungan anggaran, dan wewenang yang disalahgunakan seenak dengkul.
Jumlah desa di Indonesia mencapai 75.265. Jika baru 591 yang terungkap, berarti sisanya... bisa jadi sedang menunggu giliran, atau masih menulis SPJ-nya dengan pena ajaib.
Kini jaksa dan polisi tak lagi membidik hanya gedung tinggi, tapi juga balai desa. Sebab kadang, dosa tak selalu datang dari gedung megah, tapi dari bangunan sederhana beratap seng, yang menyimpan amplop berisi anggaran, dan niat jahat dalam hati yang katanya ingin membangun kampung.
Untuk Kades yang sering didatangi wartawan atau LSM, jangan takut selama Anda menjalankan APBDes dengan benar. Tapi, ini tapi ya, jika ada yang fiktif, tak selamanya bisa menghindari kejaran para LSM yang sering menggantung kartu pers di leher itu. Lambat laun polisi atau jaksa yang datang.
Selamat datang di era baru, kades bukan hanya pelayan rakyat, tapi bisa juga jadi tersangka mingguan.
Oleh :Rosadi Jamani, Ketua Satupena Kalbar