Komisi III Terima Audiensi, RDP dan Sekolah Adat. - Faktapagi.com

Rabu, Juni 18, 2025

Komisi III Terima Audiensi, RDP dan Sekolah Adat.

 

Suasana audiensi Radio Dermaga Ria Persada dengan komisi tiga DPRD, Rabu (18/06/2025) di ruang rapat komisi.

SEKADAU-FAKTAPAGI.COM. Komisi tiga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DRPD) kabupaten Sekadau menerima audiensi Radio Dermaga Ria Persada (RDP) dan Sekolah Adat. Audiensi dengan anggota DPRD Komisi tiga bertujuan menyampaikan kegiatan radio Dermaga dengan sekolah adatnya kepada DPRD kabupaten Sekadau, Rabu (18/06/2025) di ruang rapat komisi.

Rapat tersebut di pandu oleh ketua Komisi tiga Yohanes Ayub.

Dalam paparannya direktur Radio Dermaga Ria Persada Nikodimus Bohot memaparkan, bahwa RDP sebagai inisiasi pendiri sekolah Adat di kabupaten Sekadau selama 30 tahun terakhir ini telah bekerjasama dengan berbagai lembaga seperti UNESCO kedutaan Denmark kedutaan Belanda kedutaan Amerika dan kedutaan Kanada, karena pada tahun 2000 yang lalu, Radio Dermaga fokus pada pelestarian hutan dan budaya Dayak.di kabupaten Sekadau.

Ternyata karya radio Dermaga kata dia lagi, selama ini mendapat penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan teknologi dengan lolos mendapatkan anugerah kebudayaan Indonesia Tahun 2022, karena karya radio selama ini yang konsen membuat catatan dan membuat foto kegiatan pelestarian budaya lokal.

"Dari catatan tersebutlah hingga membuat radio Dermaga berhasil lolos seleksi dari 800 peserta Nasional lolos 29 peserta dan Kalimantan Barat radio dermaga satu-satunya yang mewakili pulau Kalimantan,"paparnya.

Radio juga menyampaikan kegiatan sekolah adat yang di launching 12 Januari 2025 lalu,dukungan dana dari dana Indonesiana Kementerian Kebudayaan dan lembaga penyelenggara dana pendidikan Jakarta. Program ini khusus untuk mendirikan sekolah adat dengan program tahun pertama sosialisasi tentang pelestarian budaya lokal, seperti permainan anak-anak yang mulai tergerus oleh masuknya media sosial saat ini.

Pada kesimpulan hasil audiensi tersebut kata dia, ketua komisi dan anggota DPRD lainnya berjanji akan mendukung program ini melalui kelembagaan berupa surat atau keputusan yang meminta dinas pendidikan untuk membuat sekolah adat muatan lokal berbasis budaya lokal bekerjasama dengan radio Dermaga itu tahun depan.

Sementara itu ketua komite Yohanes Ayub pada kata penutupnya mengatakan, agar sekolah adat masuk dalam mata pelajaran (Mapel). kategori muatan lokal, modulnya nanti bisa dicari sebagian cikal bakal sekolah adat. "Atau kegiatan ekstrakurikuler bagi anak-anak sekolah," katanya.

Sementara itu Selpanus Usel,dalam tanggapan mengatakan,kegiatan adat yang bisa mengedukasi masyarakat terhadap pengenalan ada istiadat, misalnya kebiasaan nyemaru perlu digali maknanya sebagai tradisi adat. Soal adat kata dia, adalah soal prilaku, kalau budaya lebih luas, karena fokus pada kebiasaan para leluhur kita dulu, artinya,beda adat dan budaya namun satu kesatuan,kebudayaan yang sifatnya umum, definisi kebudayaan seperti apa, serta para dukun yang cara pengobatan secara tradisional dan mengunakan ramuan obat.

"Ini yang perlu digali oleh sekolah adat itu nanti," katanya.

Sementara itu, Bernadus Mohktar dalam tanggapan, bahwa sekolah adat nantinya lebih kepada adat istiadat, misalnya dengan menyelamatkan hutan adat, karena kebiasaan dulu, hutan sebagai sumber ekonomi masyarakat adat, misal jika orang berobat melalui dukun, tinggal pergi ke hutan cari obat disana. Artinya hutan sangat berarti sebagai penopang adat budaya. "Karena adat budaya tanpa hutan sepertinya tidak lengkap," katanya.

Harapan kedepan, adat istiadat harus tetap eksis, tugas generasi muda yang meneruskan semua itu. Sementara itu Viktor Teak, ia menyarankan agar Adat Budaya bisa masuk Mapel di sekolah, terkait sekolah Adat. Yang perlu di batasi adalah bedakan antara minum-minum keras bukan adat istiadat, tapi hanya kebiasaan saja. Perlu digarisbawahi bahwa minum-minum keras atau mabuk-mabukan dipisahkan bukan sebagai adat budaya kita.

"Bahwa budaya Dayak tidak mengakui minum' dan mabuk-mabukan adat istiadat," katanya.

Sementara itu Stepanus Jalol dalam tanggapannya terkait sekolah adat yang diinisiasi oleh RDP mengatakan, bahwa Gawai merupakan pelaksanaan adat dan budaya,hanya saja saat ini sudah banyak Daerah atau sub suku saat pelaksanaan gawai tidak lagi mengunakan alat musik tradisional sebagai implementasi alat musik bernuansa budaya. Hanya beberapa suku tertentu saja yang masih mengunakan musik tradisional untuk merayakan pesta gawai adat. "Gong Gamal adalah alat musik tradisional suku Dayak ketika melaksanakan gawai adat, misalnya nikah dana kegiatan adat lainnya," katanya.

Seperti yang dilakukan oleh warga Mongko sub suku Dayak Kancing. Kemudian yang perlu digali adalah pesta Adat Nyemaru kebiasaan pesta usai panen padi. Biasanya pada pesta Nyemaru kental dengan kegiatan budaya,hanya saja sekarang semakin menghilang. "Untuk mengali potensi itu sekolah adat harus bekerjasama dengan berbagai sub suku lainnya," sarannya.

Sementara itu Efa Fras dalam tanggapan mengatakan, bahwa dirinya sangat mendukung berdirinya sekolah adat, karena anak-anak sekarang sudah tidak lagi mengenal adat budaya yang digunakan oleh para leluhur dulu.

Kita berharap sebagai cikal bakal sekolah Adat kita harus mampu mendidik anak-anak agar bisa memperdalam potensi adat yang dulu sudah menjadi kebiasaan lama.

"Sedangkan sekarang sudah semakin terpinggirkan," katanya (tar)




Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Disqus comments