![]() |
| Hadysa Prana. |
Hal ini dikatakan oleh Hadysa Prana ketua umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Rangkulan Jajaran Wartawan Indonesia (RAJAWALI). Ia mengatakan, sesuai aturan sanksi bagi pembeli hasil tambang ilegal diatur dalam ketentuan pidana di bidang pertambangan, terutama merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Menurut dia, pasal yang paling relevan, meskipun sanksi utama sering ditujukan kepada pelaku penambangan, pembeli dapat dijerat melalui pasal-pasal terkait tindak pidana turut serta atau penadahan (Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP), serta pasal-pasal spesifik dalam UU Minerba yang mencakup seluruh rantai kegiatan, termasuk pengolahan, pengangkutan, pemanfaatan, dan penjualan. Ancaman Pidana kepada penadah pelaku dalam seluruh rantai kegiatan ilegal ini, termasuk pembeli yang dengan sadar membeli dari sumber ilegal, dapat menghadapi ancaman.
"Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)," katanya kepada media ini, Minggu (09/11/2025) melalui pesan singkat.
Dikatakan dia lagi, mengapa pembeli bisa terkena sanksi?. Karena kegiatan pertambangan ilegal dianggap sebagai tindak pidana yang merugikan negara dan lingkungan. Pembeli, terutama jika membeli dalam jumlah besar atau untuk tujuan komersial, dianggap mendukung dan melanggengkan praktik ilegal tersebut. "Aparat penegak hukum dapat menjerat pembeli karena dinilai telah melanggar ketentuan hukum yang melarang peredaran barang hasil kejahatan (penadahan) atau terlibat dalam aktivitas yang tidak memiliki izin resmi (IUP, IPR, atau IUPK)," katanya.
Dikatakan dia lagi, berdasarkan Undang-undang terbaru tentang izin minerba adalah Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2025, yang merupakan perubahan keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Perubahan ini ditetapkan menjadi undang-undang pada Februari 2024 dan memprioritaskan pemberian izin konsesi tambang kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal, koperasi, organisasi masyarakat keagamaan, serta badan usaha milik negara (BUMN) dan daerah (BUMD).
Menurut dia, Poin-poin utama dari UU Minerba terbaru. Prioritas izin: UU ini memberikan prioritas kepada UMKM lokal atau di daerah penghasil tambang, koperasi, organisasi masyarakat keagamaan, BUMN, dan BUMD dalam pemberian izin usaha pertambangan.
Dukungan pendidikan: Diberikan pula dukungan pendanaan riset dan beasiswa bagi perguruan tinggi di daerah yang membutuhkan, melalui kewajiban bagi BUMN, BUMD, dan swasta untuk memberikan perhatian kepada perguruan tinggi tersebut.
"Perubahan ini bertujuan untuk pemerataan dan transparansi dalam tata kelola pertambangan di Indonesia," katanya.
Regulasi yang relevan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025: Undang-undang terbaru yang menjadi landasan utama. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024: Merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mendukung pelaksanaan UU Minerba baru.
Usaha tambang tanpa izin (PETI) dikenai sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar, sesuai dengan Pasal 158 UU Minerba.
"Selain sanksi pidana, terdapat sanksi administratif seperti penghentian sementara atau pencabutan izin bagi perusahaan yang tidak mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) yang berlaku," katanya.
Bagi pelaku usaha yang tidak memiliki izin resmi bisa di sanksi pidana penjara Paling lama 5 tahun.Denda Paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).
"Sanksi tambahan: Perampasan barang dan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, serta kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana," katanya (tar)
