![]() |
Logo Rajawali (foto istimewa) |
SEKADAU-FAKTAPAGI.COM.Kasus dugaan intimidasi terhadap dua wartawan di Kabupaten Sekadau, kini menjadi sorotan serius Rangkulan Jajaran Wartawan dan Lembaga Indonesia (RAJAWALI). Peristiwa terjadi pada Jumat, 27 Juni 2025, di Desa Sungai Ayak Dua, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat.
Dua wartawan berinisial R (dari media D-K) dan S (dari media K-S-S) dihentikan sekelompok warga saat melintas dengan mobil Toyota Calya putih KB 1892 SQ. Keduanya kemudian diperlakukan secara kasar bahkan sampai dipukuli, kemudian diminta menandatangani dokumen berjudul “Surat Pernyataan Kesepakatan Damai,” yang memuat sejumlah ketentuan kontroversial.Isi dokumen tersebut antara lain, Wartawan dilarang memberitakan hal negatif mengenai Kecamatan Belitang Hilir;Wartawan dilarang memasuki wilayah tanpa izin, Wartawan dilarang melakukan pemerasan. Media D-K dianggap bertanggung jawab apabila terjadi pemberitaan negatif di kemudian hari.
Hal sudah melanggar UU informasi publik dan kebebasan pers.. menangapi hal tersebut ketua umum RAJAWALI ,Hadysa Prana menilai, bahwa isi surat pernyataan tersebut berpotensi melanggar kebebasan pers, sebagaimana dijamin dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang berbunyi. "Untuk tuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi," ucapnya.
Kemudian kata dia lagi, ada pembatasan wilayah liputan dan larangan pemberitaan negatif bertentangan dengan prinsip kebebasan pers, dan dinilai berpotensi melanggar Pasal 28 huruf F Undang-Undang Dasar 1945, yang menegaskan hak warga negara untuk memperoleh dan menyebarkan informasi.
Ia menegaskan, setiap upaya membatasi kerja wartawan adalah tindakan melawan hukum.
“Kesepakatan yang memaksa wartawan bungkam tidak memiliki dasar hukum. Tidak ada wilayah di Indonesia yang boleh dinyatakan tertutup untuk peliputan, kecuali yang diatur secara tegas oleh undang-undang. "Membungkam wartawan berarti membungkam hak publik untuk tahu,” ujar Ketum dalam keterangan tertulis, Sabtu,(28/06/2025) melalui pesan WhatsApp.
Ia meminta agar pers dituntut bersatu, karena isi surat peryataan tersebut mencakup seluruh wartwan se- Indonesia karena tidak ada pengecualian terhadap oknum-oknum wartawan yang melakukan hal tersebut, namun apapun alasannya melakukan intimidasi terhadap wartawan adalah sebuah hal bertentangan dengan hukum.
Menurut dia, bahwa persoalan intimidasi terhadap wartawan di Sekadau bukan hanya persoalan dua orang wartawan atau media tertentu, tetapi serangan terhadap kebebasan pers secara keseluruhan. untuk itu pers harus bersatu tanpa sekat.
Dalam menghadapi kasus seperti ini, tidak boleh ada istilah ‘plat merah’ atau ‘plat hitam, semua wartawan memiliki hak yang sama, dilindungi undang-undang yang sama, dan mengemban tanggung jawab yang sama kepada publik.
"Pers harus solid pembungkaman satu wartawan, hakikatnya adalah pembungkaman semua wartawan,” katanya.
"Solidaritas anter media menjadi kunci melawan segala bentuk intimidasi, serta memperkuat posisi hukum wartawan ketika menghadapi tekanan di lapangan," tambahnya.
Ketua Umum Rajawali meminta agar ada penegakan hukum tegas terhadap pihak yang menghalangi kerja jurnalistik;
"Pers harus bersatu melawan segala bentuk pembungkaman. Karena pada akhirnya, kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang menjadi hak publik, bukan sekadar hak wartawan," sarannya (redaksi/tim)